|
tanah yang gersang mempengaruhi produksi kelapa sawit |
Hubungan proses siklus perkembangan tanaman
dengan ketersedian air
Air sebagai penyusun
utama protoplasma tumbuhan dan memiliki peran yang sangat
urgen dalam proses fisiologi
tanaman. Air bermanfaat sebagai pelarut hara, media translokasi hara, penstabil suhu tumbuhan dan sebagai penyusun
utama biomassa tanaman. Tanah sebagai media tumbuh, memiliki peran yang sangat urgen dalam menunjang
produktivitas tanaman sehubungan dengan keterampilan tanah dalam penyediaan hara, air dan menyokong sistem pertumbuhan perakaran.
Dalam pertumbuhan dan proses fisiologistumbuhan
Kelapa sawit pembentukan bunga dibuka sejak 38-42 bulan
sebelum buah masak dan pelepah
dibuka 29 bulan sebelum
menjadi pucuk. Selamamasa-masa tersebut sekian
banyak faktor dapat dominan terhadap perkembangannya
laksana ketersediaan hara, air
yang lumayan serta jumlah daun (pelepah).
Di perkebunan Kelapa sawit, sumber air mayoritas berasal dari hujan yang jatuh pada areal pertanaman. Untuk bisa berproduksi optimal Kelapa sawitmembutuhkan sekitar 6 mm curah hujan atau setara 60,000 ltr/ha atau 405 lt/pokok pada kerapatan 145 pokok/ha, dan pada kenyataannya situasi inipaling sulit terpenuhi. Jika curah hujan < 100 mm/bulan, guna tujuanmeminimalisir water stress, aspek teknis dan praktis dan pertimbanganongkos diperlukan irigasi setara 200 lt/pokok. Untuk destinasi ini Estate yang berdampingan dengan Mill bisa memanfaatkan effluent dengan BOD < 500 ppm yang diaplikasikan pada bangunan longbed atau flatbed. Upaya lain ialah menjaga ground cover tumbuh optimal (selektiv weeding),software EFB, implementasi U-shape. Berikut ialah rata-rata airterdapat pada sejumlah jenis tanah yang dapat dipakai dalam sebagai pertimbangan dalam meyusun langkah-langkah konservasi tanah, air dan menghitung water defisit.
Tipe Tanah
| Air Tersedia (mm/m) |
Pasir = sand | 55 |
Lempung Berpasir = sandy loam | 120 |
Lempung Liat = clay loam | 150 |
Liat = clay | 135 |
Sumber: Brouwer, 1986 dalam Soemarno
Curah hujan yang tinggi dan terjadi pagi sampai siang hari akanbersangkutan dengan rendahnya kegiatan Elaeidobius kamerunicus dan serangga lain, tingkat radiasi, bisa jadi yang sama akan menyebabkan proses fotosintesis tidak dilangsungkan secara optimal meskipun curah hujan mencukupi. Kajian yang dilaksanakan di Benin mengindikasikanminyak per mesocarp ingin tertekan/ rendah didalam janjang yang dipanensesudah 2 bulan tanaman merasakan deficit air, sebagaimana di kutip oleh Corley & P.B.Tinker (2003) p.126 (5) dari Och& Daniel (1976).
Caliman (1998), mengaku water deficit 100 mm bisa menurunkan buatan 8 – 10% pada tahun kesatu dan 3 – 4 % pada tahun ke dua. Berdasarkan keterangan dari Ochs dan Daniel (1976) dalam Caliman (1998) defisit air memberi akibat negatif terhadap sex differensial kelapa sawit, pun meningkatkan jumlah aborsi bunga betina, dan menghambat perkembangan tanaman, yang akhirnya bakal menurunkan hasil selama sejumlah bulansesudah kekeringan. Dampak negatif lainnya ialah penurunan OER. Infrastruktur “water harvesting” dan “soil moisture conservation” sangatdibutuhkan pada lokasi dengan kedalaman tanah < 1.5 m.
Dampak kemarau Panjang (water deficit > 500 mm/tahun) pada tumbuhan kelapa sawit diperkebunan Bekri lampung Tengah tahun 1997, dimana penurunan buatan secara riil menjangkau diatas 70 %, dimana 20 % – 30 % terjadi pada tahun yang terkaitdan 30 % – 50 % pada tahun berikutnya. Kekeringan juga dominan pada penurunan ekstraksi secara menyeluruh dari 22 % menjadi 18 % (Hakim, 2007).
Water Deficit |
Kategori | mm | Yield Reduction (%) |
Normal | 0 – 100 | 0 – 10 |
Sangat Ringan | 100 – 200 | 10 – 20 |
Ringan | 200 – 300 | 20 – 30 |
Berat | 300– 400 | 30 – 40 |
Berat Sekali | >400 | >60 |
Sumber : H. Memet, 2007
Kekeringan dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, merusak hijau daun, pelepah daun terkulai dan pupus patah (frond snaping). Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan perubahan nisbah kelamin bunga, bunga dan buah muda mengalami keguguran dan tandan buah gagal menjadi masak. Akhirnya mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produksi tandan buah segar hingga 40 % dan CPO hingga 21-65 % (Calliman & Southworth, 1988: Siregar, 1998).
Kekeringan di Kalimantan tahun 1997-1998 menyebabkan peningkatan aborsi buah sebesar 19.73% dan aborsi bunga betina 11.43%. Kondisi berlangsung 3 – 6 bulan setelah kekeringan, selain itu kekeringan ini berdampak pada proses sex diferensiasi sehingga 16 – 24 bulan kemudian terjadi penurunan jumlah bunga betina dan peningkatan bunga jantan , sex rasio berkisar 37.7 – 41.8%. Defisit air > 500 mm/tahun dapat menurunkan produksi TBS sebesar 37%, (R & D Report 1997). Bangunan konservasi berupa bund terrace memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan produksi sebesar 21.5% dan bangunan rorak atau siltpit sebesar 13.4 % dibandingkan tanpa bangunan konservasi.
Kesimpulan
- Curah hujan dan distribusinya sangat berpengaruh pada pola produksi , water deficit berdampak terhadap penurunan produksi yang nyata dibandingkan adanya peningkatan produksi oleh peningkatan umur tanaman.
- Data curah hujan yang up to date dan berkelanjutan sangatlahpenting sebagai dasar dalam menyusun perkiraan produksi.
- Memahami pola curah hujan suatu wilayah sangatlah penting dan berguna dalam menghadapi musim kemarau dan berguna dalam menyusun budget produksi.
- Dampak buruk distribusi curah hujan yang tidak merata dapat dieliminir dengan konservasi tanah dan air yang lebih terprogram dan terintegrasi dengan memanfaatkan semua sumber daya
By KOnsultan TS perkebunan PT NASA Bapak Ir.Eko Zulkifli,MSc
Manfaat Pupuk organik Super nasa adalah pupuk pembenah tanah sekaligus penutrisi lengkap ,kenapa tanah membutuhkan super nasa ? sebab kandungan unsur hara yang ada didalam pupuk super nasa meliputi unsur yang sangat penting yang dibutuhkan oleh tanaman yaitu unsur hara makro dan mikro juga asam humat vulvat disamping memberi makanan sekaligus dia juga sebagai pembenah tanah dan sebagai Buffer atau penyangga air.
kandungan atau komposisi lengkap pupuk Super Nasa adalah sebagai berikut :
N = 2,67%, P205 = 1,36%, K = 1,55%, Ca = 1,46%, S = 1,43 %, Mg = 0,4%, Cl = 1,27%, Mn = 0,01%, Fe = 0,18%, Cu < 1,19 ppm, Zn = 0,002%, Na = 0,11%, Si = 0,3%, Al = 0,11 %, NaCl = 2,09%, SO4 = 4,31%, C/N ratio = 5,86%, PH = 8, Lemak = 0,07%, Protein = 16,69, Karbohidrat = 0,01%, mengandung asam Humat dan Vulvat
Seiring berjalannya waktu dan gaya hidup para petani yang semuanya serba instan ternyata memiliki dampak terhadap pengerasan lahan atau tanah. Dan ini berlangsung sudah cukup lama yakni berkisar sejak tahun 1980an dimana pada saat itu petani dikenalkan dengan istilah revolusi hijau dengan diperkenalkannya pupuk kimia secara tidak sadar pelan tapi pasti pupuk kandang istilah keren sekarang adalah pupuk Kompos yang dulunya menjadi pupuk andalan terbaik para petani mulai ditinggalkan sebab ketidakpraktisannya hingga petani mendapat gelar swasembada pangan peningkatan produksi tercapai. namun dibalik itu ada sisa PR besar yang saat ini sudah dirasakan.